Tenaga Medis Jangan Jauh Dari Disabilitas!

Hari Sabtu, 14 Mei 2022 menjadi salah satu hari bersejarah bagi Komunitas Dokter Tanpa Stigma (DTS). Hari itu adalah pertama kalinya Komunitas DTS mengadakan gathering. Komunitas yang diajak berkolaborasi pun bukan kaleng-kaleng. Ialah Komunitas Sehatara. 

Sehatara merupakan sebuah platform edukasi kesehatan yang menjembatani Nakes dan Teman Disabilitas untuk saling berbagi informasi. Tim Sehatara terdiri atas teman-teman tenaga kesehatan, teman-teman Tuli, dan disabilitas lainnya yang saling bekerja sama mulai dari pembuatan naskah materi sampai visualisasi melalui poster ataupun video. 

Visi dan misi Sehatara adalah ingin menjadi jembatan bagi nakes dan disabilitas di Indonesia. Jurang yang ada di antara nakes dan disabilitas cukup besar. Nakes banyak tidak paham cara berkomunikasi dan etika budaya disabilitas, dan teman-teman disabilitas banyak tidak diajarkan hal-hal tentang kesehatan selama di sekolah dengan dalih rentan salah paham. Tapi, bagaimana bisa paham kalau tidak diajarkan? Teman-teman Tuli dan Tuna Netra tanpa disabilitas intelektual sebenarnya bisa paham dengan baik apabila diajarkan.

Dalam kegiatan yang diadakan di Sunyi Coffee, Kota Tua, Komunitas DTS dan Sehatara saling berkenalan. Kegiatan diawali dengan latihan abjad dasar dan cara memperkenalkan diri dalam bahasa isyarat yang dipandu oleh Eko dan Eva, teman Tuli dari Sehatara. Setelah semua saling berkenalan, kami membagi diri menjadi beberapa kelompok kecil yang di dalamnya berbaur anggota DTS, teman Tuli dan nakes dari Sehatara selaku JBI (Juru Bahasa Isyarat). 

Dalam kelompok kecil tersebut, kami saling bertanya, berbagi pengalaman dan informasi tentang kesehatan dan tantangan teman-teman Tuli dalam mengakses edukasi dan layanan kesehatan. Dalam kelompok saya, ada Vina, teman Tuli yang menceritakan keprihatinannya akan sulitnya Tuli menjadi tenaga medis di Indonesia padahal dia kenal dengan cukup banyak tenaga medis Tuli dari Eropa, semuanya juga mengalami tantangan di negaranya tapi akhirnya bisa berpraktek karena terus menunjukkan prestasi yang bahkan lebih baik dari tenaga medis dengar. 

Ada juga Eva yang menceritakan bahwa sampai sekarang dia masih banyak tidak paham tentang kesehatan reproduksi karena tidak ada yang mengajarkan di sekolah. Di SLB tempat Eva bersekolah hanya diajari tentang alat kelamin, itu saja. Eva harus mencari-cari informasi sendiri terkait kesehatan reproduksi. Saat ini Eva sedang banyak ingin tahu tentang vaksin HPV dan kanker serviks. 

Lain lagi dengan Paul. Saat ini Paul masih bersekolah di sekolah umum, kelas 3 SMP. Paul adalah tim Sehatara dengan Hard of Hearing (HoH), sehari-hari ia menggunakan Alat Bantu Dengar (ABD) untuk membantunya berkegiatan. Karena bila tidak menggunakan ABD, Paul hanya kadang-kadang saja bisa mendengar suara yang sangat keras seperti suara knalpot motor modifikasi misalnya. Paul pun mengetahui sulitnya berobat dengan kondisinya, maka ia memutuskan melakukan segala cara yang ia tahu untuk menjaga kesehatannya, agar jangan sampai harus berobat. 

Berinteraksi secara dekat dan intens dengan teman-teman Tuli benar-benar membuka mata hati dan pikiran saya. Saya tidak pernah menyadari hal sesederhana seperti menyediakan layar nomor antrian di faskes bisa sangat menolong pasien Tuli. Saya tidak terpikir bahwa teman Tuli takut sakit, bukan karena sadar akan kesehatan, tapi karena takut akan rumitnya berkomunikasi dengan dokternya. Bagaimana juga mereka bisa menjaga kesehatan kalau tidak pernah ada yang mengajari? Tidak ada informasi yang accessible dan mudah dimengerti tentang penyakit-penyakit yang ada. 

Tiga jam berlalu tanpa terasa. Rasanya masih kurang. Komunitas Sehatara berhasil membuat gebrakan yang tepat sasaran sebagai jembatan nakes dengan teman-teman disabilitas, paling tidak untuk saya, sebagai seorang dokter.

Apakah dalam Sehatara nakes melayani teman-teman Disabilitas? Salah besar. Justru teman-teman Disabilitas banyak membantu nakesnya, mengajari bagaimana caranya membangun semua ini. Mulai dari proposal, brand guideline, desain, dan lain-lain, banyak hal-hal kecil yang diinisiasi oleh Teman Disabilitas. Maka itu, Sehatara selalu berprinsip bahwa komunitas ini bukan tempat untuk melayani tapi tempat bekerjasama.

Baca Juga: Menemukan Sehatara, Dimana Nakes dan Disabilitas Menjadi Tim

Perjalanan membentuk Sehatara ternyata tidak mudah. Banyak pertimbangan moral yang harus dipikirkan dalam setiap pengambilan keputusan agar tidak mencederai nilai, budaya dan etika teman-teman Disabilitas itu sendiri (misalnya: Etika Tuli dan Etika Netra). Pertimbangan akan bagaimana mengambil keputusan yang adil dan inklusif bukan hanya untuk satu jenis Disabilitas tapi juga Disabilitas lainnya, dimulai dari saat proses membuat konten, edukasi internal, hingga event-event eksternal. 

Dalam prosesnya, Komunitas Sehatara sudah beberapa kali mengalami hambatan dan penolakan, misalnya dari beberapa komunitas atau aktivis independen yang didekati untuk bekerjasama dan berkolaborasi dengan Sehatara. Namun tidak membuat mereka berkecil hati, karena mereka yakin setiap individu dan komunitas memiliki value dan prioritasnya masing-masing. Sehatara percaya ada banyak pintu dan kesempatan yang akan datang di waktu, orang, atau organisasi yang tepat suatu saat nanti. 

Saat ini Sehatara sudah memiliki beberapa nakes yang tergabung baik sebagai Tim Inti maupun volunteer, mulai dari 5 orang dokter umum, 6 orang dokter gigi, dan 1 orang psikolog yang sudah berperan membantu edukasi hingga konsultasi pribadi teman-teman internal Sehatara. Selain itu juga ada 5 Teman Tuli dan 4 Teman Netra (berkolaborasi dengan komunitas Mitra Netra) dalam tim Sehatara.

Lebih dari semua pencapaian tersebut, adanya personal growth dari masing-masing anggota di dalamnya merupakan poin penting dari adanya Sehatara. Melihat perkembangan skill dari teman Tuli maupun Netra mulai dari public speaking, manajemen, komputerisasi dll memberi kehangatan tersendiri bagi seluruh anggota tim. Begitu juga dengan banyaknya nakes yang mulai aware akan pentingnya inklusivitas di lingkup kerja, tentu saja menjadi kebahagiaan untuk Sehatara. 

Perjalanan Sehatara masih panjang, mimpi semakin hari semakin besar. Sehatara berharap semakin banyak nakes yang mau peduli terhadap isu inklusivitas ini. Payung Sehatara masih kecil, namun Sehatara berharap payung ini bisa menjadi pioneer untuk payung-payung lain bahkan sampai ke daerah-daerah, sehingga misi  “Teman-teman Disabilitas dapat memperoleh pelayanan kesehatan dan akses yang setara”  itu dapat terealisasi.

Terimakasih teman-teman Sehatara dan semua yang lain yang sudah mengupayakan Indonesia sehat dan setara bersama-sama!

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s